Sesuai dengan tagar To the Next Level, musim ini Persija Jakarta membentuk satuan staf khusus untuk menganalisa performa pemain dan pertandingan, yaitu Departemen Analisis. Salah satu anggotannya adalah Uzzy Assidra yang mempunyai banyak pengalaman dari Tim Nasional Indonesia.
Lahir di Bandar Lampung pada 12 September 1988, Uzzy kecil sejatinya menggemari Liga Italia daripada Liga Indonesia. Pada 2008-2009 dirinya tidak pernah menyangka karena mempunyai kesempatan untuk memulai perjalanan di dunia sepak bola.
Uzzy yang saat itu sedang menempuh pendidikan di Multimedia University Malaysia merasa sangat senang karena dirinya bisa membeli sepatu sepak bola yang tidak keluar di Indonesia. Terkadang Uzzy pergi ke negara tetangga lainnya, yaitu Singapura hanya untuk membeli sepatu sepak bola.
Dari Hobinya yang senang hunting sepatu sepak bola, dirinya tidak sengaja bertemu dengan pemain Persija, yaitu Talaohu Abdul Musafri. Karena saat itu pilihan sepatu sepak bola di Malaysia dan Singapura lebih lengkap daripada di Indonesia, Uzzy memanfaatkan hal tersebut untuk memulai jasa titip beli di Negeri Jiran tersebut. Setelah sering membantu Musrafi, pemain Persija lainnya seperti Baihakki Khaizan, Bambang Pamungkas, dan Aliyudin juga membeli sepatu dari Uzzy.
Bisnis Sepatu Berkembang
Setelah sering membantu para pemain Persija, Uzzy akhirnya mendapat order besar pertama dari para pemain Sriwijaya FC. Saat itu Sriwijaya yang sedang melakoni partai tandang melawan Selangor FC meminta Uzzy untuk membeli sebanyak 25 sepatu. Saat itu Uzzy muda belum mempunyai modal yang banyak untuk membeli semua sepatu tersebut. Alhasil, ia meminjam uang ke Ibunya sebanyak 50 juta.
Dengan keberhasilannya Uzzy berbisnis dengan para pemain Sriwijaya, dirinya mendapat keuntungan lebih dari Rp20.000.000. Uzzy pun menambah relasi, seperti Hendro Kartiko dan kiper muda yang saat ini menjadi kapten dari Persija, Andritany Ardhiyasa. Sejak pesanan besar dari Sriwijaya, Uzzy menjadi andalan bagi pemain sepak bola yang ingin membeli sepatu sepak bola.
Saat berbisnis dengan Sriwijaya, tekad Uzzy untuk berkarier di sepak bola semakin mantap setelah bertemu dan bertanya mengenai dunia kepelatihan kepada pelatih Sriwijaya saat itu, Rahmad Darmawan. Selain itu dirinya sangat termotivasi untuk menjadi bagian dari Timnas Indonesia setelah menonton langsung final Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Malaysia.
Dengan latar belakang studi S1 Teknik Komputer, Uzzy yang menyukai sepak bola akhirnya memantapkan hatinya untuk mengambil lisensi tahap pertama di Malaysia pada 2010 dan dilanjutkan dengan lisensi AFC C pada 2011. Selain itu, dia pun mengambil Lisensi Intro to Physical Conditioning pada 2012. Setelah kembali ke Indonesia, Uzzy langsung mempunyai kesempatan untuk melatih di SSB Terang Bangsa di Semarang.
“Waktu itu di SBB Terang Bangsa saya jadi pelatih kepala U-10 dan kebetulan saya bisa berbahasa Inggris jadi saya pun menjadi asisten pelatih U-18. Waktu itu gajinya sebesar Rp750.000 per bulan,” tutur Uzzy.
Beda Pendapat dengan Orang Tua
Perbedaan bidang studi dengan karier yang dijalani pria 34 tahun itu sempat memunculkan perbedaan pendapat dengan orang tuanya. Uzzy akhirnya mengalah dan bekerja sebagai pegawai swasta di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Bekerja jauh dari sepak bola tidak dapat membuat Uzzy membohongi dirinya sendiri, akhirnya ia hanya bertahan satu tahun di Palembang.
Kemudian Uzzy kembali bekerja di bidang yang ia sukai sejak kecil. Ia berlabuh di Labbola. Pada tahun 2015 Uzzy ditempatkan untuk data collecting di Bali United.
“Untuk tahun pertama saya dipercaya untuk data collecting di Liga Indonesia yang pada saat itu bernama QNB League. Saya ditempatkan di Bali United tapi khusus on ball action saja, seperti passing, crossing, block dan sebagainya. Setelah itu saya buat laporan tahunan Liga Indonesia di saat musim sudah selesai. Akhirnya saya dipercaya untuk full data collecting,” ucap Uzzy.
Dipercaya Alfred Riedl
Setelah selesainya Torabika Soccer Championship 2016, Uzzy mendapat panggilan dari pelatih Timnas Indonesia saat itu, Alfred Riedl. Dirinya saat itu diminta untuk data collecting, menganalisa penyerangan, bertahan, transisi sekaligus mengambil video pertandingan. Uzzy merasa dengan pekerjaannya tersebut bisa memudahkan para pelatih untuk membuat keputusan yang tepat.
Namun, kepercayaan Alfred terhadap Uzzy tidak muncul begitu saja. Sebab, dirinya sempat tidak diperkenankan masuk mengikuti meeting bersama pelatih lainnya.
“Menurut saya ini pengalaman berkesan, karena saya sama sekali tidak boleh masuk ruangan meeting oleh Coach Alfred. Tapi setelah menang pertandingan melawan Malaysia dengan skor 3-0 di Solo. Di meeting berikutnya saya sudah diperbolehkan masuk. Menurut saya, bekerja di Timnas lebih ketat jika dibandingkan dengan saya di Bali United,” ujarnya.
Bersama Alfred Riedl, Timnas Indonesia berhasil mencapai partai final AFF 2016 dan melawan Thailand. Namun saat itu Tim Garuda harus kalah agregat 2-3.
“Saat AFF 2016, final ideal itu Vietnam melawan Thailand. Jadi saya tidak menyangka bisa masuk final. Tetapi kami kalah 0-2 di partai tandang dan menang 2-1 di partai kendang. Itu membuat saya kecewa dengan diri sendiri. Saya sampai tidak menyentuh apa pun tentang sepak bola selama tiga bulan,” kata Uzzy.
Pada 2017 Uzzy mendapat panggilan dari Ganesha Putra yang dulu masih bekerja untuk PSSI. Uzzy akhirnya bergabung kembali dengan Timnas yang sudah dipimpin oleh Luis Milla. Hasilnya pun tidak terlalu buruk, Timnas menempati posisi ketiga di Sea Games 2017 dan tembus babak 16 besar Asian Games 2018. Llangkah Timnas di pentas Asia terhenti di babak 16 besar setelah kalah adu penalti dengan UAE.
Tinggalkan Timnas
Pada 2019 Uzzy yang masih bekerja di Labbola akhirnya memutuskan untuk pindah ke PSSI secara permanen. Ia membantu menganalisis Liga 1 dan juga Elite Pro Academy. Namun bagi Uzzy 2019 merupakan waktu yang berat bagi Timnas Indonesia.
"Menurut saya pribadi Coach Simon (Mcmenemy) datang di waktu yang kurang tepat. Pada saat itu, tidak ada dukungan yang baik untuk mereka. Kondisi PSSI sedang tidak ada ketua umum setelah ditinggal Pak Edy (Rahmayadi),” tuturnya.
Pada 2019, Uzzy pun sempat menjadi bagian Timnas U-23 bersama Indra Sjafri yang berkompetisi di SEA Games, namun sayang Timnas muda saat itu harus takluk oleh Vietnam di partai Final.
Pada Januari 2020 Shin Tae-Yong terpilih menjadi pelatih Timnas Indonesia hingga 2023. Uzzy pun kembali menjadi staf analis. Namun setelah berjalan satu tahun empat bulan, dirinya memutuskan untuk berpisah dengan Timnas.
“Setelah berpisah dengan timnas 2021 saya mengambil lisensi AFC B juga dan kembali reuni dengan Coach Simon (McMenemy) di Bhayangkara FC. Tapi saya tidak lama di sana, mungkin hanya satu tahun dua bulan. Setelah berpisah dengan Bhayangkara FC, saya dipanggil kembali oleh Ganesha (Putera) yang pada saat itu sudah di Persija. Saya ditunjuk sebagai video analis dan bekerja bersama staf khusus statistik dan scouting. Saya langsung mengiyakan,” ucap pria yang mengidolakan Juventus FC itu.
Persija Jakarta
Ayah beranak satu itu sangat senang bergabung di Persija. Sebab, karena pekerjaan yang dia lakukan selama ini sendiri kini dilakukan oleh tiga orang.
“Menurut saya pekerjaan analis dengan tiga orang itu luar biasa. Karena dengan dikerjakan oleh tiga orang, semua staf jadi punya waktu untuk kehidupan lainnya di luar sepak bola. Mungkin memang kalau di Timnas dulu hitungannya turnamen, jadi semua dipadatkan. Tapi kalau Liga 1 itu berjalan sepanjang tahun,” ucapnya.
Di Persija, dirinya bertugas menangani lima poin penting. “Jadi ada lima garis besar yang saya kerjakan, penyerangan, bertahan, transisi penyerangan, transisi bertahan dan satu lagi set pieces. Saya akan menganalisis apa yang berhasil dan apa yang tidak berhasil dalam pertandingan. Misalnya kenapa dalam pertandingan bisa kemasukan bola, berarti ada yang salah dengan cara bertahannya. Nantinya setelah pertandingan saya buat reviewnya ke setiap pemain dan menjelaskan apa yang terjadi selama pertandingan,” ujar Uzzy.
Saat ditanya mengenai seberapa banyak video yang harus disiapkan, Uzzy mengaku lebih dari serratus video yang harus disiapkan agar nantinya saat melakukan review bisa dilakukan dengan mudah.
“Biasanya satu pertandingan minimal saya pegang 100 potongan video untuk review bersama pemain. Positioning bertahan saat corner sampai dengan throw in pun saya punya setiap pemainnya,” katanya lagi.
Setelah bertahun-tahun sebagai staf analis, Uzzy pun mempunyai fakta menarik mengenai sepak bola Indonesia.
“Mungkin hanya sedikit yang sadar akan hal ini. Ternyata sepak bola Indonesia hanya main bersih 63 menit paling bagus. Sisanya tidak main bersih, dalam artian bola keluar lapangan, ada yang cedera, atau apapun yang membuang-buang waktu. Contoh piala presiden kemarin, beberapa tim cuma main bersih selama 22-25 di babak pertama, itu yang ingin saya rubah,” ucap Uzzy mengakhiri pembicaraan.