SUDIRMAN, EPOS SEA GAMES 1991 DAN HARAPAN UNTUK PERSIJA
SUDIRMAN, EPOS SEA GAMES 1991 DAN HARAPAN UNTUK PERSIJA
Langkah Sudirman terasa berat di Stadion Rizal Memorial di Manila, Filipina, pada malam itu. Kian dekat dengan titik penalti, gemuruh suara penonton kian lenyap di kupingnya. Sembari mengayun kaki, berulang kali ia merapal di dalam hati, "Saya harus mencetak gol.” "Mungkin saya terlalu fokus saat itu sehingga stadion terasa sangat sunyi," kata Sudirman pada Minggu (27/6). Sudirman memang layak merasa gugup kala itu. Musababnya, nasib tim nasional Indonesia berada di ujung kakinya. Lima algojo penalti Indonesia dan Thailand telah menuntaskan tugas mereka dalam final cabang olahraga sepak bola Sea Games 1991, tapi skor masih sama kuat: 3-3. Syahdan, ia adalah penentu. Andaikata gagal mengeksekusi penalti tapi Thailand sukses, medali emas bakal melayang ke Bangkok. "Saat berjalan dari tengah lapangan ke kotak penalti, saya sudah menentukan pilihan bahwa saya akan menendang ke kanan kiper," lanjut Sudirman yang saat itu masih berusia 21 tahun. Rencana itu betul-betul dilancarkan Sudirman. Ia menendang ke sisi kanan kiper Thailand, Chaiyong Khumpiam, tanpa bisa diantisipasi. Hanya saja, napas Sudirman masih tertahan karena Thailand memiliki kesempatan menyamakan skor lewat Pairote Pongjan. Pun, segenap ofisial di bangku cadangan. Saking tingginya tensi pertandingan, pelatih kepala Anatoly Polosin bahkan masuk ke ruang ganti. Beruntung Pairote gagal menjalankan tugas. Keriaan seketika meledak di kubu Indonesia. Tim Garuda pulang membawa medali emas Sea Games ke Jakarta. "Saat kita dipastikan menang, sangat senang waktu itu," terang Sudirman. Epos Sea Games 1991 di Manila itu menjadi salah satu pencapaian terbaik Sudirman sebagai pesepak bola. Pasalnya, catatan itu belum mampu diulang tim sepak bola di Sea Games sampai sekarang. Selain bahwa prestasi tersebut, lanjut Sudirman, didapat lewat pemusatan latihan yang sangat melelahkan. Polosin memang dikenal sebagai pelatih disiplin dengan materi latihan berat --membuat sejumlah pemain langganan tim nasional memutuskan pulang saat itu. Sejak memulai persiapan pada bulan puasa 1990, latihan digelar tiga kali sehari: pagi, siang, dan sore. Libur hanya diberikan pada Jumat pagi agar pesepak bola muslim bisa menunaikan salat Jumat serta pada Minggu pagi agar yang kristiani dapat beribadah ke gereja. Pola tersebut berlangsung hingga menjelang Sea Games. "Saya sendiri merasakan sangat berat di awal-awal pemusatan latihan, sampai susah tidur karena badan terasa masih panas saat hendak beristirahat," kenang Sudirman. Namun berkat latihan keras itu, Sudirman Cs tampil prima sepanjang Sea Games. Mereka yang biasanya kedodoran di tengah pertandingan mampu tampil spartan, bahkan hingga 120 menit. Lewat metode itu, ujar Sudirman, mentalnya terasa semakin kuat karena dibiasakan melawan rasa letih dan lelah. "Polosin melatih kami untuk melawan semua rasa tidak enak di pikiran dan badan," kata Sudirman lagi. Kekuatan mental itu pula yang ditanamkan Sudirman saat kini menjadi menjadi pelatih. Ia ingin semua pemain memiliki mental baja di dalam skuat. "Percuma skill bagus, tapi enggak punya mental. Tidak akan sukses dalam bermain," katanya. Ihwal tersebut telah ditunjukkan Sudirman kala mengomando Persija Jakarta meraih trofi pramusim Piala Menpora beberapa waktu lalu. Sempat meraih hasil tidak baik di awal turnamen, Macan Kemayoran belakangan menjadi juara. Ia bahkan memercayakan sejumlah pemain muda sepanjang turnamen yang bisa menjadi tulang punggung Persija di masa mendatang. Dengan kehadiran pelatih kepala Angelo Alessio, Sudirman kini menduduki jabatan asisten pelatih. Namun ia percaya kekuatan mental Marko Simic Cs tidak bakal luntur, bahkan semakin kuat di tangan Angelo. "Semoga, kami bisa kembali meraih trofi Liga 1 di kompetisi nanti," Sudirman.